Ketika China serobot Natuna
Beberapa
waktu lalu, negara kita diramaikan dengan insiden masuknya kapal China ke
perairan Natuna. Kapal itu tertangkap melakukan illegal fishing di perairan
kita. Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengerahkan 3 kapal untuk mengusir kapal
china yang masuk di wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia di perairan
Natuna. Terjadi ketegangan pada saat Bakamla menggiring kapal china untuk
keluar dari perairan Indonesia. Pasalnya, China mengklaim bahwa mereka
menganggap kapalnya masih berada di wilayah perairan laut china selatan.
Sehingga mereka berhak untuk berada di perairan tersebut dan berhak
mengeksploitasi sumber daya alam serta melakukan penangkapan ikan disana.
Meskipun pada saat itu Bakamla berhasil menggiring kapal china keluar di
perairan Indonesia, hal itu tidak menyurutkan china untuk tidak berhenti melayar
di perairan Indonesia. Terbukti, pada tanggal 07 Januari 2020 lalu, Presiden
bersama dengan Bakamla dan TNI kembali berhasil mengusir China keluar di
perairan Indonesia.
Setelah
presiden bersama dengan TNI, Bakamla, dan Nampak juga kepala Staf kepresidenan,
Moeldoko berhasil menggiring kapal china keluar dari wilayah territorial
Indonesia, beliau singgah kepulauan natuna. Dalam kesempatan itu Presiden
memberikan pernyataan: “Tidak ada tawar-menawar pada batas teritori wilayah
kedaulatan kita. Disini sudah jelas ini adalah wilayah Indonesia. Disini ada
kabupatenya, ada provinsinya, penduduknya ada 81 ribu jiwa. Kita tegas.. ini
adalah wilayah kita. Sebenarnya kapal china itu belum masuk wilayah teritorial
kita, mereka hanya memasuki Zona Ekonomi Eksklusif di perairan kita. Artinya,
Kalau ada kapal asing hanya lewat saja itu boleh, tetapi jika kapal asing
ketahuan menangkap ikan dan mengeruk sumber daya alam kita disana itu yang
melanggar. Kita bisa menangkap dan mengusirnya.” Jelasnya.
Disisi
lain, para elit bangsa kita berdiskusi mengenai permasalahan ini. Juru bicara
Bakamla, Laksamana Madya Ahmad Taufiqurrahman dalam kesempatanya berbicara di
acara mata najwa (09/01/2020) mengatakan bahwa: “Kita harus faham terhadap
masalah ini sehingga kita tahu mengapa china berani memasuki kawasan ZEE di
negeri kita. China mengklaim dirinya secara sepihak bahwa wilayah di natuna itu
masih termasuk wilayah laut china selatan. Ini yang dikenal dengan istilah Nine
Dash Line.” Sementara Ketua DPR RI Komisi 1, Meutya Hafidz memberikan
pernyataan: “seharusnya dalam kesempatan ini, Bakamla tidak menjelaskan tentang
apa itu nine dash line. Memang Bakamla harus tahu, TNI dan kita yang ada di
komisi 1 juga harus tahu. Tetapi seharusnya, ceritakanlah tentang bagaimana
kejadian pada saat Bakamla mengusir kapal china di laut natuna”.
Apa
itu Nine Dash Line?
Nine
dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh china tanpa melalui konversi
hukum laut dibawah PBB atau United Nation Conversion on the Law of the Sea
(UNCLOS). Dalam UNCLOS, telah ditetapkan batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) setiap negara yang kaitannya denga hak melakukan kebijakan lain di
wilayah perairannya sesuai hokum laut internasional. Klaim ini ada sejak 1947.
Klaim nine dash line ini berdampak pada hilangnya perairan Indonesia di seluas
kurang lebih 83.000 km2 atau 30% dari luas laut Indonesia di Natuna. Luas
negara-negara lain seperti; Filipina dan Malaysia berkurang 80%, Vietnam 50%
dan Brunei 90%.
Nine
dash line menjadi pokok masalah dari permasalahan ini. Sehingga harus ada
ketegasan dari pemerintah untuk memberikan peringatan kepada china melalui
hukum internasional kelautan agar kejadian ini tidak terulang. Pemerintah tidak
boleh diam. Jangan sampai hal ini memberikan kesan Laut Natuna Utara menjadi
wilayah tak bertuan sehingga dengan mudahnya klaim negara asing merenggut
kedaulatan kita. Mereka bisa mengeruk keuntungan dengan mengambil ikan-ikan
disana apalagi jika mereka sampai mengeksploitasi sumber daya alam di laut
natuna yang kaya akan potensi sumber daya alamnya.
Seberapa
seksikah kekayaan Sumber Daya Alam di Natuna?
Dilansir
dari kompas.com (09/01/2020), Produksi perikanan di perairan Natuna per tahunya
yang tercatat bisa mencapai;
-
Ikan
Pelagis : 621.500 ton
-
Ikan
Demersal : 334.800 ton
-
Ikan
Pelagis besar : 66.100 ton
-
Ikan
Karang : 21.700 ton
-
Udang : 11.900 ton
-
Lobster : 500 ton
Dari
data tersebut, ironisnya, Nelayan di Natuna hanya 0,5% saja yang mempunyai
sarana untuk melaut ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Seandainya para
nelayan di natuna banyak yang memiliki sarana untuk pergi melaut ke Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) di natuna, bukan tidak memungkinkan lagi bahwa produksi
perikananya bisa lebih meningkat. Disamping itu, data dari SKK migas yang
dirilis oleh kompas tentang produksi minyak bumi dan gas menyebutkan sebagai
berikut:
-
Produksi
minyak : 25.447 barel per hari
-
Produksi
gas : 389,21 MMSCFD
Dari
data tersebut maka pencapain penghasilanya bisa mencapai:
- Menghasilkan 12% tangkapan ikan di dunia
- Menjadi tempat lalu lintas 30% perdagangan maritime dunia
- Nilai perdagangan itu diperkirakan $3,4 triliun pada tahun 2016
- Ketahanan energy china bergantung pada kelancaran lalu lintas di laut china selatan
- China
mengimpor 70% minyak bumi yang dibutuhkannya
- 80%
minyak bumi impor itu harus lewat laut china selatan
- Laut
chinaselatan juga kaya migas
- Versi
china kekayaanya mencapai 125 milyar barel minyak bumi, 500 TCF gas alam
- Versi Badan Informasi Energy AS mencapai 11 milyar barel minyak bumi, 190 TCF gas alam
- Tujuh
blok migas di laut Natuna utara sudah dieksploitasi. Capaian produksi;
·
Gas
mencapai sekitar 490 juta kubik kaki per hari
·
Minyak
plus kondensat sekitar 25.000 barel per hari
·
Estimasi
pendapatan minyak mentah Rp. 23,5 milyar per hari
·
Asumsi
harga minyak mentah $67,18 per barel. $1 = Rp. 14.000
Berdasarkan
data diatas, jelas, natuna memiliki kekayaan Sumber Daya Alam yang sangat amat
besar belum lagi di tempat-tempat lain yang dimiliki oleh Indonesia sebagai
negara kepulauan yang kaya dengan sumber daya alamnya. Sebagai bangsa, tentu
kita tidak menginginkan potensi sumber daya alam kita terkeruk habis oleh
negara asing. Maka menjaga kedaulatan negeri ini merupakan kewajiban kita
bersama untuk kita jaga dan rawat dengan baik.
Dalam
menghadapi masalah ini, Indonesia hendaknya berhati-hati dalam mengambil sikap.
Namun bukan berarti tidak tegas. Dikutip dari tribunnews.com. Sikap Indonesia
ditunjukan melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi yang telah memprotes
keras terhadap aksi masuknya kapal china di perairan ZEE Indonesia. Beliau
telah memanggil Duta Besar China bahwa China telah melanggar memasuki wilayah
territorial Indonesia. Atas sikapnya ini Retno mendapatkan dukungan dari
kalangan anggota DPR RI.
Dalam
mengambil keputusan ini, pemerintah tentunya harus berhati-hati. Sebab
seandainya bisa salah mengambil keputusan, maka resiko dampak yang paling parah
adalah akan memicu peperangan. Jalur diplomatic harus ditempuh terlebih dahulu
agar tidak terjadi kesalah fahaman yang memicu konflik jangka panjang antar kedua
negara ini. Pasalnya, China merupakan negara yang telah lama menjalin hubungan
bilateral dengan Indonesia. Bahkan, dalam jangka waktu dekat ini akan ada
perayaan 70 tahun menjalin hubungan kerja sama antara kedua negara.
Solusinya?
Sementara
menurut mahfud MD ketika dimintai pendapatnya pada acara Mata Najwa. “Kita
sudah membicarakan hal ini dengan presiden. Pokoknya jangan ada kekosongan
disana. Harus ada nelayan kita yang mengisinya karena kalau kita membiarkan,
orang asing akan mengisinya dan bisa ada klaim de facto. Kita akan bantu
secepat mungkin nelayan kita seperti subsidi BBM dan akan dikawal oleh
pemerintah untuk mencegah terjadinya penganiayaan dan perusakan di tengah laut.
Dn juga kita akan mencoba untuk membuat penampungan ikan. Sudah banyak beberapa
pengusaha menanam investasi disana agar tidak setiap melaut langsung pulang
nanti sudah ada yang menampung disana. Sebetulnya, perintah presiden ini sudah
dibicarakan dan diatur sejak tahun 2016. Maka solusinya ada dua menurut saya
atas permasalahan ini. Pertama, diadakan penguatan terhadap patroli dan
volumenya harus diperbanyak. Kedua, supaya ada kegiatan-kegiatan nelayan di
natuna untuk melaut disana.
Permasalahan
Nelayan
Pemerintah
membuka pintu yang seluas-luasnya bagi para nelayan yang ingin melakukan
penangkapan ikan di ZEE wilayah Natuna Utara agar wilayah di natuna tidak
diklaim oleh asing. Hal tersebut juga sebagai bentuk upaya eksistensialisme
bahwa wilayah tersebut adalah milik Indonesia. Bahkan pemerintah juga mengajak
Nelayan yang berasal dari pantura agar bisa berlayar dan menangkap ikan disana.
Bukan berarti para nelayan tidak ingin menangkap ikan disana sehingga wilayah
natuna utara menjadi sepi. Tetapi nelayan dihadang oleh sejumlah masalah yang
dihadapi.
Riswanto,
seorang nelayan berasal dari pantura berkata: “Ketika nelayan asing gencar
melakukan illegal fishing, kita sendiri masih disibukkan dengan
regulasi-regulasi. Sehingga kekosongan itu tidak bisa kita isi yang seharusnya
kita mampu untuk kesana. Ini inisiatif kita sendiri untuk ikut ke natuna. Kami
diminta oleh menkopolhukam untuk dating dan membentuk tim untuk koordinasi
lebih lanjut dan terkait juga regulasi untuk berangkat ke natuna itu seperti
apa mekanismenya. Sebab untuk berlayar disana, butuh waktu 2 bulan baru sampai.
BBM kita disana butuh 20-30 ton dengan harga industry. Itu kendalanya. Maka
kami minta supaya diberikan kebijaksanaan harga khusus bagi kami untuk pergi
kesana. Itu akan mengurangi cost untuk biaya operasional kesana” pungkasnya.
Demikian
Riswanto selaku nelayan asal pantura memberikan pernyataanya yang bersedia
untuk berlayar di natuna dan meminta bantuan kepada pemerintah untuk
meringankan untuk biaya operasional ke natuna. Lantas, bagaimanakah sikap
nelayan yang ada di Natuna sendiri. Apakah mereka keberatan jika ada nelayan
berasal dari luar daerah natuna untuk dipersilahkan melaut ke natuna?
Hendri,
selaku ketua nelayan natuna memberikan tanggapanya: “Isu nelayan pantura dating
ke natuna sudah ada sejak 2 tahun lalu yang digaungkan oleh Bapak Presiden
sendiri. Ada wacana bahwa aka nada 2.000 nelayan dating ke natuna. Itu yang
menjadi kekhawatiran kami d natuna. Bahwa akan terjadi fishing ground (daerah
tangkapan). Karena selama ini yang terjadi di Natuna adalah sudah banyak
nelayan yang dating di daerah kita dari kepulauan riau, ada yang dari Tanjung
bale Karimun, Bintan, ada juga dari kijang. Mereka kapalnya besar-besar diatas
20-30 gross ton. Ini saja sudah menjadi permasalah kami di Natuna. Sedangkan
nelayan kami yang ada di Natuna, kapal-kapal milik kami dibawah 5 gross ton.
Dan kapal-kapal yang mampu berlayar di wilayah yang disengketakan tadi
kapasitasnya 7 gross ton. Itupun tidak banyak, hanya dapat dihitung dengan
jari. Nah, seandainya terjadi didatangkan nelayan lagi dari wilayah luar natuna
itu akan menjadi kekhawatiran kawan-kawan kami di natuna.”
PR
pemerintah
Pada
acara eklusif di Mata Najwa (09/01/2020), kepala staf kepresidenan, Moeldoko
mengungkapkan: “Kita harus memahami tindakan Presiden bahwa tidak ada negosiasi
dalam hal kedaulatan. Dalam hal ini, sudah menjadi tugas pemerintah. Pertama,
memperbaiki regulasi nelayan kita agar dipermudah untuk melaut di Zona Ekonomi
Eksklusif perairan Natuna. Kedua, kegiatan nelayan di Natuna jangan sampai
kosong. Ketiga, Eksploitasi Sumber Daya Alam yang ada disana segera dilakukan
agar eksistensi dari wilayah kita terjaga dengan baik. Keempat, bagaimana
melakukan penguatan keamanan kita. Kekuatan Bakamla harus diperkuat, dan
kekuatan TNI Angkatan Laut juga harus ditingkatkan lagi.” Pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar